Senin, 01 November 2010

REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG BAIK (GOOD LOCAL GOVERNANCE)

BAB I

LATAR BELAKANG

A. Pendahuluan

Perwujudan good local governance du negara kita telah didukung oleh

political will dari pemerintah melalui implemetasi kebijakan otonomi daerah. Otonomi

daerah telah memberi peluang kepada pemerintah daerah , swasta dan masyarakat

menjadi lebih berdaya. Pada gilirannya nanti, keberdayaan ini akan menjadi fondasi

yang kokoh bagi perwujudan good local governance di Indonesia. Untuk itu, perlu

diciptakan kondisi kompetitif di antara lembaga pemerintah dan swasta, antara swasta

dengan swasta atau antara lembaga pemerintah baik yang menyangkut kualitas

pelayanan maupun mutu hasil kerja.

Hanya saja, birokrasi masih menujukkan kesan negatif disebabkan karena

birokrasi selama ini tidak bisa merespon keinginan warga masyarakat. Birokrasi yang

selama ini bekerja lambat, berhati-hati dan metodologinya sudah tidak dapat diterima

oleh orang yang perlu layanan cepat, efisien, tepat waktu dan sederhana. Untuk

meningkatkan daya saing yang kian kompetitif diperlukan reformasi birokrasi yang

dapat menghasilkan birokrasi profesional dan ramping yang bebas hambatan. Hal

inilah yang menjadi prasyarat penyelenggaraan good local governance, dengan

menerapkan prinsip akuntabalitas, transparansi dan keterbukaan, efisiensi dan

efektifitas, serta partisipasi, yang dilakukan secara demokratis sebagai suatu kesatuan

yang utuh.

Seharusnya, birokrasi bisa berperan strategis dalam menumbuhkan semangat

peningkatan keberdayaan masyarakat sebab keberdayaan tersebut justru akan

mengurangi beban pemerintah daerah pada saat ketersediaan sumber-sumber publik

semakin langka. Akibatnya, pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah

akan menjadi kian efektif, karena masyarakat memiliki kontrol yang lebih besar,

masyarakat memahami permasalahannya lebih baik, dan usaha pemberian pelayanan

dari masyarakat diharapkan lebih murah dibandingkan dengan usaha profesional

lainnya. Lebih jauh, hal tersebut akan mendorong daya saing dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan efisiensi, responsifitas,

dan merangsang inovasi serta gairah kerja aparat pemerintah daerah.

Munculnya fenomena baru mengenai perubahan peran birokrat dari

pelaksanaan menjadi motivator, dinamisator, dan fasilitator pembangunan serta

sumber daya atau kemampuan objektif pemerintah daerah yang semakin terbatas,

menimbulkan pemikiran di kalangan birokrat untuk meniru kelompok swasta yang

tetap exist dan survive meskipun dengan sumber daya seadanya.

Munculnya fenomena baru mengenai perubahan peran birokrat dari

pelaksanaan menjadi motivator, dinamisator, dan fasilitator pembangunan serta

sumber daya atau kemampuan objektif pemerintah daerah yang semakin terbatas,

menimbulkan pemikiran di kalangan birokrat untuk meniru kelompok swasta yang

tetap exist dan survive meskipun dengan sumber daya seadanya.

Sistem penyediaan pelayanan publik yang biasanya ditangani melalui

mekanisme administratif menjadi suatu penyediaan pelayanan publik yang

berdasarkan insentif pasar. Untuk itu, budaya birokrasi harus dapat membangun

tumbuhnya budaya demokrasi yang akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat

kepada pemerintah daerah . Sebagai penyelenggara aktivitas pemerintahan, birokrasi diharapkan berperan

dalam banyak hal. Pertama, peranan sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat.

Kedua, peranan birokrasi berkaitan dengan fungsi peraturan. Ketiga, peranan

berkenaan pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, birokrasi juga sangat berperan sebagai “ pendidik” masyarakat.

Melalui kegiatan-kegiatan pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan, birokrasi

mengajarkan kepada masyarakat kebijakan dan praktik penyelenggaraan pemerintahan

yang sebenarnya. Terlebih lagi unit-unit pemerintahan daerah itu diletakan sedekat

mungkin ke masyarakat yang dilayani.

Dengan kedekatan itu, pelayanan pemerintahan tidak saja bisa lebih

memuaskan, tetapi peluang bagi partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan

pemerintahan daerah akan lebih lapang. Efeknya akan mempengaruhi isi dan cara

kerja lembaga pemerintah daerah menjadi lebih akuntabel dan transparan kepada

masyarakat, masyarakat pun akan lebih mudah menjangkau dan berkesempatan

memberi kontribusi berupa informasi tentang kebutuhan, kemampuan, prioritas, dan

pilihan kebijakan yang mungkin tidak tersedia secara lengkap pada pemerintah

daerah.

II.LANDASAN TEORI

Dengan adanya revolusi transformasi, komunikasi dan informasi tidak ada lagi

bagian dunia yang masih tertutup. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa

sedang dan akan terus terjadi pergeseran dalam sistem nilai sosial budaya yang dianut

oleh manusia. Pergeseran tersebut menjadi tantangan karena pada satu pihak suatu

bangsa ingin mempertahankan jati dirinya dan dipihak lain dituntut melakukan

berbagai bentuk penyesuaian agar mampu mengikuti irama dan perkembangan zaman.

Tantangan tersebut lebih terasa lagi karena pergeseran nilai tersebut dapat terlihat

dalam bidang politik, ekonomi dan kehidupan sosial.

Cakrawala baru birokrasi telah terbuka untuk lebih berperan dalam percepatan

proses perubahan sosial masyarakat, dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat

yang semakin maju dan modern. Birokrasi yang selama ini dikenal dengan konotasi

negatif karena lamban, prosedur yang berbelit, kolusi, korupsi, tambun dan

sebagainya, tampaknya sudah sangat mendesak untuk melakukan perubahan,

penyempurnaan dan perubahan yang relatif mendasar dalam rangka meningkatkan

vitalitas birokrasi dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan,

pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat.

Di Indonesia istilah administrasi negara dikenal berbarengan dengan

pendekatan yang dipergunakan dalam mengelola negara ini yang menekankan pada

orientasi kekuasaan negara. Orientasi kekuasaan yang berasal dari negara ini membuat

segala upaya penyelenggaraan administrasi pemerintahan bercorak serba negara.

Public lebih ditekankan pada pemahaman negara. Oleh karena itu corak serba negara

lebih menonjol ketimbang corak yang berserba masyarakat atau rakyat.

Sekarang paradigma ilmu administrasi publik dan manajemen pemerintahan

telah banyak berubah dari yang serba negara ke serba masyarakat. Oleh karena itu

pemahaman dari istilah public seperti yang dilekatkan sebagai predikat pada istilah

administration hendaknya dipahami sebagai predikat terhadap proses kepemerintahan

yang selaras dengan perubahan paradigma tersebut. Dengan demikian istilah

administrasi publik dapat diartikan sebagai administrasi pemerintahan yang dilakukan

oleh aparat pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Pemahaman seperti ini

hakekatnya merupakan jiwa dari ilmu administrasi negara yang sejak pertama kali dikembangkan dan yang tujuan eksistensinya untuk melayani kepentingan masyarakat

pada umumnya. dikembangkan dan yang tujuan eksistensinya untuk melayani kepentingan masyarakat

pada umumnya. Reformasi Birokrasi merupakan suatu kebutuhan baik di negara-negara yang

sedang berkembang maupun dinegara-negara yang relatif sudah mapan.

Sehingga merubah pola pikir dan kebiasaan yang ada pada birokrasi. Bahkan tidak tertutup

kemungkinan para elite politik akan tergiring atau terbawa arus pada pola pikir dan

kebiasaan birokrasi. Kebijakan-kebijakan yang reformis di tingkat elite politik tidak

bisa diturunkan atau dilaksanakan di lapangan karena Birokrasi memiliki

kebijaksanaan dan kepentingan tersendiri. Akhirnya kebijakan-kebijakan tersebut

tidak pernah dapat direalisasikan.

III.PEMBAHASAN MASALAH

Sistem, prosedur dan kebiasaan yang sekian lama tertanam dan terbentuk

dalam Birokrasi tidak serta merta dapat dirubah, daya resistensi yang begitu tinggi

terutama dari elite-elite birokrasi yang telah menikmati keuntungan-keuntungan dari

sistem yang ada menjadikan ingin tetap mempertahankannya. Adanya resistensi

tersebut diperkuat dengan suatu aturan yang menempatkan kekuasaan tersentralisir di

tangan pimpinan tertinggi organisasi. Perubahan sulit dilakukan dari bawah karena

akhirnya bermuara ke atas dan yang menentukan adalah dari atas/pimpinan. Ide dan

gagasan yang konstruktif dan reformatif dari bawah akan menghasilkan kebijakan dan

kebijaksanaan konservatif yang defensif dari atas.

Praktek-praktek birokrasi yang masih menganut birokrasi idealis dari Max

Weber menjadi kendala-kendala perubahan yang terjadi. Praktek-praktek itu antara

lain :

a. Selalu harus berdasarkan aturan/regulasi tertentu apabila melakukan suatu

tindakan. Perubahan atau kreativitas yang reformatif tidak bisa berjalan karena

tidak ada aturannya. Padahal aturan yang dibuat terkadang tidak jelas dan tidak

rasional, dengan tetap diikutinya.

b. Birokrasi ditempatkan sebagai organisasi yang tertutup dan elitis tidak semua

orang bisa akses kedalamnya. Kalaupun mencoba masuk kedalamnya akan

dihadang oleh serangkaian prosedur yang mengada-ada. Birokrasi ditempatkan

sebagai suatu organisasi yang tidak bisa dipengaruhi tapi dia mempengaruhi.

c. Birokrasi sangat memegang teguh prosedur. Prosedur yang dibuat sedemikian

ditujukan supaya orang tidak mudah mendapatkannya, walaupun tujuannya untuk

kehati-hatian dan tertib administratif. Namun hal tersebut menimbulkan

birokratisme, sesuatu urusan tidak bisa selesai oleh satu meja tapi harus melalui

beberapa meja dan melalui jenjang atau hierarki yang berurut.

d. Sistem pengawasan yang masih lemah yang lebih menitik-beratkan pada laporan

administratif, tidak pada out put atau kualitas dari pada out put bahkan tidak

memperhatikan outcome dan benefit yang dihasilkan.

e. Kualitas SDM Aparatur yang masih lemah disebabkan baik oleh proses

rekruitmen maupun pembinaan atau pengembangannya yang tidak menyandarkan

pada dasar-dasar profesionalisme dan kepentingan jangka panjang.

BAB IV

PENUTUP

Pada bagian akhir orasi ilmiah ini, perkenankanlah saya membuat simpulan sebagai

berikut :

1. Prinsip-prinsip penyelenggaran Pemerintahan Daerah yang baik (good local

governance ) haruslah diarahkan kepada substansi yang bersifat strategis, seperti

hubungan Pusat dan Daerah, penegasan hierarki dalam sistem pemerintahan,

pembagian kewenangan dan urusan pada tingkat pemerintahan, dan penataan

kembali sistem dan mekanisme penyelenggaran pemerintahan.

2. Mewujudkan pengembangan satu kesatuan sistem antara sistem pemerintahan

nasional dengan sub sistem pemerintahan daerah secara sinergis sehingga tercipta stabilitas, akuntabilitas, serta efektivitas dan efisiensi penyelenggaran

pemerintahan daerah.

3. Dalam menciptakan good local governance musuh utamanya adalah KKN.

Untuk menanggulanginya perlu penanaman modal agama yang baik dari sektor

pemerintah, swasta, maupun masyarakat dan menjadikan norma hukum sebagai

fondasi utamanya.

4. Moral harus dijadikan pertimbangan utama dalam rekruitmen, promosi dan

penempatan pejabat birokrasi Pemerintah Daerah.

5. Birokrasi Pemerintah Daerah harus memiliki netralitas politik, transparan,

responsibel, berakuntabilitas, bersih dan berwibawa. Untuk itu diperlukan aturan

yang tidak membolehkan rangkap jabatan politik dengan jabatan publik sehingga

tercipta netralitas birokrasi.

6. Birokrasi yang profesional harus diwujudkan karena pengguna jasa birokrasi

tidak hanya masyarakat domestik, melainkan juga masyarakat internasional.

Untuk itu diperlukan standar pelayanan birokrasi (ISO 9000) sehingga dapat

menyesuaikan dengan perkembangan negara maju.

7. Birokrasi Pemerintah Daerah yang Profesional tidak dibebankan dengan akibat

krisis moneter, sehingga dapat lebih adaptif menyesuaikan dengan perkembangan

zaman.

8. Dalam mewujudkan good local governance diperlukan penerapan sistem merit

tidak hanya pada jabatan karier melainkan juga jabatan politis sehingga dapat

memiliki keahlian yang sesuai dengan kebutuhan jabatan tersebut, dengan tidak

terlepas dari pekerjaan-pekerjaan politik.